Perdagangan Merbau
PERSEDIAAN TEGAKAN KAYU MERBAU DI ALAM DAN PERDAGANGANNYA DI TANAH PAPUA
Hutan alam Papua memiliki sekitar 70 jenis kayu perdagangan. Salah satu kayu primadona asal hutan alam Papua adalah Merbau (Intsia sp.). Kayu Merbau memiliki keunggulan lebih bila dibandingkan dengan jenis kayu lainnya, hampir seluruh HPH di Papua yang memiliki potensi kayu Merbau pada areal konsesinya telah menjadikan Merbau sebagai target produksi utama. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh intensifnya eksploitasi jenis kayu Merbau oleh HPH adalah gencarnya promosi untuk memasukan jenis Merbau ke dalam daftar CITES (Convention of International Trade in Indangered Species of Wild Fauna and Flora).
Jenis kayu Merbau tergolong jenis yang memiliki relung ekologis cukup luas. Di Papua New Guinea, species I palembanica lebih sedikit dijumpai di wilayah bagian timur dibanding I bijuga. Di Tanah Papua (Irian Jaya), I. palembanica lebih banyak dijumpai pada daerah-daerah tempat dimana I. bijuga jarang dijumpai. Pada umumnya genus ini tumbuh pada tanah kering berbatu, terkadang pada tanah berpasir, tanah liat dan tanah lembab yang tidak tergenang air, mulai dataran rendah sampai dataran tinggi dengan elevasi 0-1000 meter dpl. Secara alami di Papua, jenis ini dijumpai tumbuh bercampur dengan jenis pohon lain di hutan hujan tropis Papua.
Karena nilai ekonominya tinggi maka kayu Merbau menjadi incaran banyak perusahaan kayu yang beroperasi di Papua maupun di luar Papua. Kayu Merbau yang diusahakan di Papua diperoleh dengan cara legal maupun ilegal. Sudah menjadi rahasia umum jika pada suatu areal HPH terdapat potensi kayu Merbau yang tinggi maka perusahaan HPH itu akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Karena kebutuhan akan merbau di pasar lokal, regional, nasional bahkan di pasaran internasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan, maka sering ketersediaan dan permintaan pasar tidak seimbang dimana permintaan pasar lebih tinggi dari pada ketersediaannya sehingga stok kayu Merbau di pasaran mengalami kekurangan, sehingga untuk mencukupi kebutuhan kayu Merbau di pasaran sering disuplay secara ilegal.
Perdagangan kayu Merbau yang intensif di Tanah Papua hingga kini diperkirakan telah memberikan peningkatan terhadap pendapatan daerah, juga adanya peningkatan taraf hidup di tingkat masyarakat terutama di wilayah-wilayah hutan yang memiliki potensi kayu Merbau. Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar sumbangan dari sektor kehutanan atau lebih khusus hanya dari sektor perdagangan Merbau ?
Dengan memperhatikan kenyataan dan masalah di atas, maka WWF-Indonesia Region Sahul Papua merasa perlu melakukan studi khusus tentang kayu Merbau di Tanah Papua yang hasilnya dipresentasikan pada Seminar Sehari Persediaan Tegakan Alam dan Analisis Perdagangan Kayu Merbau di Tanah Papua. Seminar sehari dihadiri oleh berbagai stakeholder dari lembaga swadaya masyarakat dan instansi pemerintah daerah di Papua. Seminar sehari dibuka oleh Ir. Joko Susilo Ka. Sub. Din. Peredaran Hasil Hutan atas nama Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, yang dalam sambutannya menyatakan harapan agar seminar dapat memberikan masukan bagi pengelolaan hutan berbasis masyarakat khususnya di Tanah Papua dengan payung hukum Perdasus Kehutananan Papua yang mana diharapkan dapat membantu melindungi serta menjadi acuan pengelolaan hutan di Papua. Direktur WWF-Indonesia Region Sahul Drs. Benja V. Mambai, Msi dalam sambutannya menyampaikan beberapa poin penting yang menjadi tujuan studi ini diantaranya untuk mengetahui stok dan penyebaran tegakan alam Merbau di Tanah Papua; Mengetahui pengusahaan kayu merbau dan kontribusinya terhadap penerimaan daerah serta analisis perdagangan kayu Merbau asal Tanah Papua; dan Mengkaji kebijakan Pemerintah Daerah terhadap pengusahaan kayu Merbau dan merumuskan rekomendasi pengelolaan, pemanfaatan, dan pembinaan tegakan alam Merbau di Tanah Papua.
0 komentar :
Posting Komentar